Persamaan Pendapat.
Pada dasarnya semua agama
mengajarkan keyakinan seperti dibawah ini : Tuhan adalah yang
menciptakan semesta alam dan seisinya. Tuhan adalah yang menghidupi
semua mahluk hidup. Tuhan adalah yang berkuasa atas semesta alam dan
semua mahluk hidup. Tuhan adalah yang menjadi penyembahan dan pemujaan
umat manusia. Tuhan adalah yang Maha Esa. Khusus di Indonesia semua
agama sepakat dengan butir kelima yang menjadi sila pertama dari
Pancasila yaitu KeTuhanan Yang Maha Esa.Akan tetapi apakah masing masing
umat beragama memahami bahwa Tuhannya berbeda dengan Tuhan umat
beragama lain? Jawabannya perlu pembahasan dibawah ini.
Perbedaan Pendapat.
Perbedaan bahasa. Masing
masing bangsa (umat) menyebut Tuhan sesuai dengan bahasanya, seperti :
Yahudi menyebut dengan nama Yahweh, Arab dengan nama Allah, Hindia –
Brahman, Inggris – God, Yunani – Deo, Bali – Sang Hyang Widhi, Sunda ada
yang menyebut Gusti, Jawa dengan berbagai sebutan seperti Pangeran,
Hyang Manon, Hyang Widhi, Suksma Kawekas, dll. Termasuk bangsa bangsa
lain diseluruh dunia ini menyebut sesuai dengan bahasanya.
Pertanyaannya
adalah apakah kalau sebutannya berbeda, dapat dikatakan Tuhannya juga
berbeda? Jawabannya perlu uraian dibawah ini.
Umat beragama di
dunia ini terutama yang berakal sehat, berpendapat bahwa meskipun
berbeda agama, Tuhan tetap sama, karena keyakinan seperti tersebut di
bab A. Perbedaan hanya karena bahasa atau sebutannya saja.
Namun
ada sebagian umat agama tertentu yang berpendapat bahwa Tuhan yang benar
adalah yang sesuai dengan bahasanya atau sebutannya. Dinyatakan bahwa
Tuhan yang benar adalah yang sebutannya A, kalau sebutannya B, D, G, H, S
dan Y maka itu Tuhan yang salah. Pertanyaannya adalah bagaimana Tuhan
Yang Maha Esa, yang memiliki semesta alam seisinya termasuk seluruh
bahasa didunia ini, menyikapi pernyataan agama tertentu tersebut?
Tuhan
Yang Maha Luhur dan Maha Kasih, sumber segala ilmu lahir dan batin,
yang mengatur setiap kejadian seperti kejadian adanya berbagai agama dan
berbagai bahasa di dunia ini, pastinya menerima seluruh umat manusia
yang menganut berbagai agama dan menggunakan berbagai bahasa dengan
tanpa pilih kasih. Ibarat eorang ibu yang memiliki banyak anak, tidak
akan membeda bedakan kasih sayangnya meskipun ada salah satu anaknya
yang merasa paling benar dan menganggap saudara saudaranya salah.
Apalagi Tuhan yang memiliki berbagai umat dunia ini sebagai anak
anakNya, tidak akan membeda bedakan satu sama lain, meskipun ada salah
satu anakNya yang merasa paling baik. Tuhan Yang Maha Mulia tentu juga
tidak terprovokasi oleh yang suka menjelek jelekkan saudara saudaranya.
Tapi Tuhan Maha Pengampun, maka mengampuni anakNya yang satu itu, maklum
dulu lahir ditempat yang gersang dan panas sehingga bertemperamen
keras. Akan tetapi Tuhan juga Maha Adil, maka anakNya yang paling
berbakti mendapatkan anugerah berupa kelebihan dari pada yang lain,
seperti kecerdasan, kecakapan, ketrampilan, dll kemampuan.
Jadi
kesimpulannya Tuhan Yang Maha Esa ini tetap menjadi Tuhannya berbagai
agama yang masing masing bisa saja menyebutNya dengan bahasa yang
berbeda.
Perbedaan pemahaman tentang Tuhan.
Pemahaman
tentang (Ilmu) keTuhanan, meliputi segala aspek tentang Tuhan.
SifatNya, KarsaNya, keMaha SegalaanNya dan keberadaanNya. Didalam ajaran
Islam termasuk Tauhid, sedang didalam ajaran Hindu termasuk Tatwa.
Tentunya Tuhan mengajarkan dasar dasar Ilmu keTuhanan yang sama untuk
berbagai agama. Apabila terjadi perbedaan, karena pemahaman (penafsiran)
yang berbeda. Jadi umat agama yang satu dalam menafsirkan ilmu
keTuhanan bisa ada perbedaan dengan umat agama lainnya. Sehingga ada hal
hal tertentu yang satu sama lain tafsirannya sama, ada hal hal lain
yang tafsirannya berbeda. Bahkan dalam satu agamapun yang berbeda
golongan, bisa terjadi beda tafsir. Penyebabnya disamping perbedaan
ruang dan waktu, juga karena perbedaan tingkat spiritual dan perbedaan
kemampuan daya pikir, yang resultantenya berupa perbedaan tingkat
kesadaran berkeTuhanan. Gus Dur secara bergurau menceritakan ada 3 orang
yaitu seorang pastur, seorang pendeta Hindu dan seorang kyai, berdialog
tentang kedekatan umat dengan Tuhan. Sang pastur mengatakan bahwa
umatnya memanggil Tuhan dengan sebutan Bapak, untuk menunjukkan
kedekatannya, ibarat bapak dengan anak. Sang pendeta mengatakan bahwa
umatnya memanggil Tuhan dengan sebutan Om (yang oleh Gus Dur diartikan
sebagai paman), bukankah antara paman dengan keponakan juga dekat. Sang
kyai tadinya diam saja, kemudian didesak untuk berpendapat, akhirnya
mengatakan : ”Umat saya boro boro dekat dengan Tuhan, untuk memanggil
saja harus bikin menara terlebih dulu, sudah itu teriak teriak meskipun
sudah pakai pengeras suara, supaya Tuhan yang jauh dilangit sap 7 bisa
mendengar”. Guyonan ini menyiratkan perbedaan prinsip tentang dimana
Tuhan berada.
Sebagai contoh umat Hindu meyakini bahwa Tuhan
sudah berada didalam hati manusia. Sedang umat Islam menafsirkan Tuhan
berada di Arasy, yaitu bersinggasana di atas langit sap ke tujuh. Jika
demikian apakah Tuhan umat Hindu berbeda dengan Tuhan umat Islam? Untuk
menjawab perlu analogi.
Suatu ketika Kulkas, Setlika dan Kipas
angin berdialog tentang Sumber tenaganya yaitu Listrik. Kulkas berkata:
“Listrik itu dingin, buktinya aliran listrik menjadikan saya menjadi
dingin”. Setlika membantah dengan mengatakan: “Kulkas kamu salah,
Listrik yang benar itu panas, buktinya kalau Listrik datang, saya
menjadi panas”. Kipas angin berpendapat lain lagi: “Listrik yang benar
itu berputar dan menimbulkan angin yang segar. Kalau menjadikan rasa
dingin atau panas itu bukan Listrik”. Ketiganya berbantah berdasarkan
yang dirasakan sendiri, sehingga tak ada ujung penyelesaiannya. Sampai
kemudian datang Sarjana Listrik memberikan pencerahan dengan mengatakan:
“Kulkas, Setlika dan Kipas angin, kalian semuanya benar sesuai dengan
yang masing masing alami dan rasakan. Oleh karena itu tidak perlu
menyalahkan satu sama lain. Ketahuilah bahwa Listrik itu dapat
menimbulkan dingin, panas dan angin sesuai dengan kapasitas dan potensi
kalian masing masing. Bahkan lebih dari itu, bila Lampu berhubungan
dengan Listrik dapat menimbulkan cahaya, bila Radio berhubungan dengan
Listrik dapat menimbulkan suara, bila TV berhubungan dengan listrik
dapat menimbulkan gambar dan masih banyak lagi kemampuan Sang Listrik,
sekali lagi sesuai dengan kapasitas dan potensi masing masing”. Setelah
mendapatkan pencerahan dari Sarjana Listrik maka ketiga saudara Kulkas,
Setlika dan Kipas angin menjadi faham dan rukun kembali.
Demikian
pula dengan pemahaman umat Islam, bahwa Tuhan berada di Arasy yaitu
singgasana diatas langit sap tujuh. Sedang pemahaman umat Hindu, Tuhan
berada didalam hati setiap manusia. Keduanya satu sama lain berbeda
pemahaman, tetapi keduanya bisa benar, karena Tuhan meliputi semesta
alam dan seisinya. Bahkan apabila ada anggapan Tuhan berada lebih jauh
dari langit sap tujuh yaitu di ujung galaxy yang jaraknya dari bumi
membutuhkan waktu jutaan tahun kecepatan cahaya, juga tidak salah karena
Tuhan memang juga ada disana. Sebaliknya apabila ada pendapat bahwa
Tuhan sudah menyatu didalam hati setiap umatnya, sebagaimana anggapan
kelompok penghayat kepercayaan, juga tidak dapat disalahkan, karena
sekali lagi, Tuhan meliputi semesta alam seisinya baik itu ditempat yang
dekat sekali maupun ditempat yang jauh sekali. Orang Jawa bijak
menyatukan dua pendapat yang berbeda itu dengan ungkapan : Cedak ora
sesenggolan, adoh tanpa antara. Terjemahannya dekat tidak bersinggungan
jauh tanpa jarak, yang artinya adalah bertunggalnya umat dengan Tuhan
yang meliputi semesta alam seisinya.
Pengalaman penulis tahun
1996 ketika masih dinas di Surakarta, dengan staf berjumlah 40 PNS. Yang
beragama Islam sebanyak 30 orang kami kumpulkan di ruang rapat dan
ditanya : “Apakah Tuhan agama Kristen sama dengan Tuhan agama Islam?”.
Hampir semuanya menjawab tidak sama, kecuali 3 orang yang termasuk Islam
Abangan (yang sekedar tercantum di KTP beragama Islam) serta 1 orang
penganut kepercayaan (juga ber KTP Islam) menjawab sama. Dilain waktu 10
orang yang beragama Kristen ketika ditanya : “Apakah Tuhan agama Islam
sama dengan Tuhan agama Kristen?”. Semuanya menjawab sama. Sambil
menguji, pertanyaan kami selanjutnya :”Bagaimana dengan pandangan umat
Islam bahwa umat Kristen berTuhan 2 yaitu Tuhan Allah (Allah Sang Bapa)
dan Tuhan Yesus (Allah Sang Putra)?”. Sejenak diam hingga ada beberapa
orang yang menjawab yang apabila dirangkum jawabannya sbb :
Pada prinsipnya Kristen menganut satu Tuhan juga, sedang sebutan Tuhan Yesus (Allah Sang Putra) mengandung maksud :
Bahwa
Yesus itu sudah sedemikian dekatnya dengan Allah, ibarat anak dengan
bapak, maka disebut Allah Sang Putra. Kami semua ini kalau betul betul
menjadi Kristen seperti yang diajarkan Yesus, juga dapat disebut Anak
Allah, karena dekat dengan Allah, ibarat anak dengan bapak.
Sebutan
Tuhan Yesus, untuk memberikan pemahaman dan keyakinan kepada umat
Kristen bahwa Yesus itu tidak hanya dekat dengan Tuhan, bahkan Roh Yesus
itu sudah menyatu dengan Tuhan. Sehingga segala sesuatu yang dirasakan,
diucapkan dan dilakukan Yesus adalah Kehendak Tuhan, Keadilan Tuhan,
Kebijaksanaan Tuhan dan Kekuasaan Tuhan.
Atas pertanyaan :”Kalau
begitu mengapa tidak menyebut saja Tuhan Allah, sedang sebutan Tuhan
Yesus tidak usah dipakai?”, jawabnya adalah sebutan Tuhan Yesus untuk
menunjukkan identitas sebagai umat Kristiani, sekaligus untuk selalu
mengingat Yesus sebagai Nabi, Utusan Tuhan, Juru Penolong, Juru
Penghibur dan Juru Penuntun dijalan benar.
Dari rangkuman jawaban
diatas, dapat ditambahkan bahwa ungkapan Yesus sebagai Anak Allah
adalah kiasan, jadi bukan berarti anak biologis Tuhan. Sebutan Tuhan
Yesus diberikan karena pada hakekatnya Yesus itu, mengambil istilah para
penghayat kepercayaan, sudah mencapai tingkat Manunggaling Kawula
Gusti, didalam ajaran Hindu disebut sebagai Moksha yaitu menyatunya
Atman denga Brahman. Sedang Tuhan Yesus dan Tuhan Allah, bukan berarti
ada 2 Tuhan. Seperti diagama Islam disebut Al Rahman, Al Rahiim, Al
Malik, Al Quddus, Al Salaam, Al Mukmin, dstnya ada 99 nama didalam
Asmaul Husna, bukan berarti Tuhan ada 99. Demikian pula didalam ajaran
Hindu ada Brahma sebutan untuk Tuhan Yang Maha Pencipta, Wisnu sebutan
untuk Tuhan Yang Maha Pemelihara dan Siwa sebutan untuk Tuhan Yang Maha
Pelebur; bukan berarti Tuhan ada 3.
Betulkah Ada Banyak Tuhan?
Sebagian
besar umat Islam tingkatan awam, menyatakan bahwa Tuhan yang benar
adalah yang satu, bukan 2 dan bukan 3, yang sebutannya Allah. Sang Hyang
Widhi, Yahweh, Deo dan God adalah Tuhan agama lain! Pernyataan ini
berarti bahwa mereka menganggap ada banyak Tuhan, yaitu Tuhannya agama
lain. Ada Tuhan yang namanya Sang Hyang Widhi yang khusus menguasai
kehidupan umat Hindu, ada Tuhan yang namanya Yahweh yang khusus mengatur
nasib umat Yahudi, dstnya. Jadi bila penduduk dunia ini ada 7 milyard,
maka Allah hanya berkuasa terhadap I,5 milyard yang beragama Islam,
sedang yang 5,5 milyard dikuasai oleh Tuhan Tuhan lain yang sebutannya
bukan Allah? Jika demikian halnya maka Tuhan yang telah menciptakan
seluruh umat manusia yang berjumlah 7 milyard ini, tidak diakui oleh
umat Islam yang Tuhannya hanya mencipta 1,5 M umat Islam?
Terlepas
dari anggapan diatas, adalah suatu fakta (kenyataan) bukan sekedar
kepercayaan, bahwa Tuhan Yang Maha Tunggal itu, yang tiada duanya,
adalah yang menguasai dan mengatur kehidupan seluruh 7 milyard manusia
apapun agamanya dan apapun sebutan yang diberikan kepada Tuhan. Bahkan
yang tidak berTuhan atau yang tidak percaya kepada Tuhanpun, tetap
dikuasai oleh Tuhan.
Dalam kehidupan sehari hari yang dialami
orang perorang, meskipun untuk hal yang sangat sepele sekalipun, tidak
bisa lepas dari Kekuasaan Tuhan, Keadilan Tuhan dan Kehendak Tuhan. Jadi
sekecil apapun kebaikan akan memperoleh balasan kebaikan, sekecil
apapun keburukan akan memperoleh balasan keburukan, inilah bukti
Keadilan Tuhan. Didalam ajaran Hindu termasuk bagian dari Hukum Karma,
meskipun para kyai dan ustadz mengatakan ajaran Islam tidak ada Hukum
Karma, namun setiap umat Islam tetap tidak dapat lepas dari Hukum Karma,
termasuk terhadap para kyai itu. Bahkan tujuan hidup umat Hindu yaitu
Moksha (Manunggaling Kawula Gusti) adalah tujuan akhir dari setiap Ruh
umat Islam juga, meskipun tidak disadarinya. Seperti reinkarnasi, tidak
hanya terjadi pada umat Hindu dan Budha, tetapi seluruh umat manusia
yang beragama Islam dan Kristen, bahkan yang tidak beragama dan yang
tidak percaya reinkarnasi, akan mengalami reinkarnasi itu. Jadi meskipun
umat Islam tidak mempercayai dan tidak menyadari bahwa Tuhannya dapat
melakukan reinkarnasi terhadap mereka, namun Allah tetap melakukan
reinkarnasi terhadap mereka. Apalagi doa bagi yang meninggal dunia hanya
sebatas :”Kembali disisi Tuhan”, berarti meninggal belum sempurna, maka
perlu dihidupkan kembali didunia sekali atau berkali kali lagi sampai
pada tingkat meninggal yang sempurna yaitu : “ Bertunggal dengan Tuhan”.
Penalaran spiritual mengatakan, kalau begitu umat Islam tidak pernah
sampai pada tingkat bertunggal dengan Tuhan karena memahami saja belum,
oleh karena itu setelah meninggal selalu dihidupkan kembali sampai
memperoleh keberuntungan masuk dalam keluarga Hindu, sehingga mencapai
tingkat kesadaran tertinggi yaitu bercita cita untuk bertunggal dengan
Tuhan. Oleh karena itu keluarga Hindu harus menerima dengan tulus dan
ikhlas, jiwa jiwa orang Islam yang telah meninggal dan hidup kembali
(mungkin menjadi anak atau cucu) agar kematian berikutnya mencapai
kesempurnaan, yaitu moksha. Sebab kalau hidup kembali tetap berada di
keluarga Islam, kasihan sekali, tidak akan dapat bertunggal dengan
Tuhan. Lebih kasihan lagi yang dulunya sudah Hindu, kemudian hidup
kembali sebagai orang Islam. Inilah yang dialami oleh mayoritas orang
Jawa dan Sunda yang hidup diabad ini.
Kesimpulan.
Masing
masing umat beragama pada dasarnya meyakini bahwa semesta alam dan
seisinya, termasuk 7 milyard manusia ini, diciptakan dan dikuasai oleh
Tuhan Yang Maha Esa.
Tuhan Yang Maha Tunggal, sebagai satu
satunya pencipta kejadian, termasuk menciptakan kejadian berbagai bahasa
dan agama, adalah tetap menjadi satu satunya Tuhan yang dipercayai dan
disembah oleh semua umat beragama, meskipun masing masing menyebut
dengan nama yang berbeda, sesuai dengan bahasa atau sebutan yang dianut
oleh masing masing agama.
Perbedaan ajaran agama sebaiknya
disikapi secara positif, sebagai pentahapan tingkat kesadaran yang
berjenjang. Selayaknya yang berada ditingkat kesadaran diatas dapat
memahami yang masih berada ditingkat kesadaran dibawahnya. Sebaliknya,
tidaklah menjadi masalah apabila yang masih berada ditingkat bawah tidak
dapat memahami yang diatasnya, karena hal ini adalah wajar. Sehingga
apabila ada agama baru yang mengajarkan tingkat kesadaran berkeTuhanan
yang masih rendah dengan menganggap Tuhannya yang paling benar dan
agamanya yang paling baik, tidak perlu disikapi dengan cara yang sama
oleh umat agama yang lebih tua. Mudah mudahan dengan melalui proses
reinkarnasi, tahap demi tahap dapat mencapai tingkat kesadaran
berkeTuhanan yang tertinggi, yaitu bertunggal dengan Tuhan Yang Maha
Esa.
"Selama Tuhan tampak di luar dan jauh sekali,
selama itu ada kebodohan. Tetapi di mana Tuhan direalisasikan di dalam,
itu adalah pengetahuan yang benar." Sri Ramakrishna Paramahamsa
(1836-1886)
Asli tulisan ini:
http://www.mediahindu.net/berita-dan-artikel/artikel-umum/152-apakah-tuhan-semua-agama-sama.html